Melacak Redup RUU Perampasan Aset

Ibarat pasang surut air laut, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kini
seakan redup dari radar perbincangan. Sebelumnya, RUU Perampasan Aset menggaung
pasca Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD, menyinggungnya dalam
rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR terkait isu transaksi mencurigakan
senilai RP 349 triliun yang diduga beredar di Kementerian Keuangan. Sekarang, publik
menanti bagaimana kelanjutan nasibnya.

Polemik Legislasi RUU Perampasan Aset

Kendatipun, RUU Perampasan Aset telah dimasukan pada Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) 2023, sinyal pembahasan RUU Perampasan Aset belum juga kunjung
tersambung pada realita pelaksanaannya. Padahal, Presiden Jokowi sudah memberikan
surat perintah pembahasan kepada DPR sejak 4 Mei 2023 lalu.
DPR pun dalam banyak kesempatan menyatakan dukungannya terhadap RUU Perampasan
Aset. Ironisnya, lips service tersebut belum juga kunjung terbukti hingga rapat paripurna 11
Juli lalu, RUU Perampasan Aset nihil dibahas. Puan Maharani, berdalih bahwa saat ini DPR
tengah fokus membahas RUU lainnya yang telah mengantri lebih dulu.
Menilik rekam jejaknya, RUU Perampasan Aset sebetulnya sudah pernah masuk Prolegnas
pada 2015 dan 2020. Namun, RUU Perampasan selalu gagal dibahas dengan berbagai
alasan. Tidak menutup kemungkinan apabila pembahasan RUU tidak segera didorong, hal
serupa kembali terulang.
Jika betul terjadi, masuknya RUU pada Prolegnas serta lips service sejumlah anggota
dewan seakan hanya menjadi suntik bius bagi kerisauan masyarakat sejenak tanpa
memberikan obat yang sebenarnya dibutuhkan.

Signifikansi dalam Pemberantasan Korupsi

Tidak berlebihan jika mengatakan RUU Perampasan Aset dapat menjadi instrumen untuk
memiskinkan koruptor mengingat progresivitas yang ditawarkannya. RUU Perampasan Aset
memungkinkan aparat penegak hukum untuk merampas aset tindak pidana dengan efektif
melalui berbagai mekanisme, yakni perampasan aset tanpa pemidanaan (NonConviction
Based Asset Forfeiture), peningkatan kekayaan tidak wajar (illicit enrichment), perluasan
aset yang dapat dirampas hingga banyak lainnya.
Dengan dirampasnya aset tindak pidana, motif utama pelaku pidana untuk menambah
keuntungan keuntungan juga ikut hangus terampas. Angan-angan untuk menjadi kaya
melalui cara haram setidaknya terbentur dengan efek cegah (deterrent effect) yang lebih
efektif daripada hanya sekedar memberikan hukuman penjara. Gaspare Mutolo, mafioso
Italia pernah menggambarkan perasaan paling tidak mengenakan bagi penjahat ialah ketika
melihat uang-uang haramnya diambil.
Selain itu, RUU Perampasan Aset menempatkan pengembalian kerugian negara menjadi
hal yang utama, disamping penindakan terhadap pelaku. Konsekuensinya, kalkulasi
pengembalian kerugian negara menjadi lebih diperhatikan. Hal ini menjadi penting
mengingat kesejahteraan masyarakat juga banyak dipertaruhkan dalam kasus korupsi.
Jikapun terdapat kekhawatiran adanya pelanggaran hak milik yang dilindungi dalam UUD
1945, seyogianya itu bukan menjadi alasan untuk tidak mengangkat RUU ke tahapan
pembahasan. Mustinya hal itu dicarikan solusinya melalui meja perdebatan dalam sidang
parlemen.

Upaya dan Harapan

Tidak ada lagi alasan menunda nunda bagi DPR untuk segera melakukan pembahasan
RUU Perampasan. Terdapat beberapa rekomendasi untuk mewujudkan RUU Perampasan
Aset sebelum memasuki Pemilu 2024.

  1. Ketua umum partai harus segera mengkoordinasikan setiap fraksi untuk upaya-
    upaya percepatan pembahasan RUU;
  2. Perlu ada gerakan sosial yang diinisiasi oleh masyarakat sipil, semisal gerakan
    menolak untuk mencoblos partai politik yang tidak mendukung RUU Perampasan
    Aset; dan
  3. Langkah terakhir yang dapat ditempuh ialah mengeluarkan Perppu Perampasan
    Aset. Sesuai dengan Putusan MK No.138/PUU-VII/2009, Perppu dapat dikeluarkan
    sebagai hak subjektif presiden apabila terdapat permasalahan mendesak yang tidak
    dapat diselesaikan oleh prosedur undang-undang biasa. Jikalau RUU Perampasan
    Aset tidak juga kunjung diundangkan hingga 2024 tentu perlu waktu yang lebih lama
    lagi untuk mengundangkannya sebab proses pergantian kepemimpinan yang terjadi.
    Opsi ini dapat diambil mengingat presiden dicitrakan sangat mendukung
    pengundangan RUU Perampasan Aset.

RUU Perampasan Aset menjadi tontonan yang belum selesai. Wacana bergulir, berlalu
lalang, tertutup satu per satu oleh berbagai topik yang timbul silih berganti, terlebih masa
pemilu yang kian mendekat. Isu RUU Perampasan Aset menjadi kian meredup. Bisakah
RUU Perampasan Aset dapat rampung sebelum tahun politik?

Peneliti Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (PANDEKHA)
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,
Mochamad Adli Wafi